English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Minggu, 10 Juli 2011

Peranan Pendidikan dalam Pembentukan Budaya Politik

Politik dan pendidikan mempunyai keterkaitan yang tidak bisa diabaikan. Keterkaitannya berlangsung dalam dua arah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sederhananya, berpolitik tanpa didasari pendidikan yang baik dapat mengakibatkan politik yang rapuh, sebaliknya pendidikan tanpa dipolitisir belum tentu dapat menjamin pemecahan masalah praktis kemasyarakatan. Dikatakan oleh Sindhunata (2000) bahwa pendidikan akan terjamin dan bermasa depan jika tanggung-jawab pendidikan tidak selalu dipikulkan pada pihak sekolah, pendidikan harus menjadi isu politik.
Paradigma pendidikan saat ini adalah pendidikan yang demokratis dan pendidikan yang demokratis hanya dapat diwujudkan dalam masyarakat, bangsa dan negara yang juga demokratis. Demokrasi, termasuk demokrasi pendidikan, memang tidak menyembuhkan berbagai penyakit pembangunan, termasuk untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu, tetapi demokrasi memberikan peluang terbaik bagi terlaksananya keadilan dan terhormatinya harkat dan martabat kemanusiaan. Pendidikan yang demokratis akan menghasilkan lulusan yang mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat dan mampu mempengaruhi pengambilan keputusan kebijakan publik.
Sampai saat ini, pendidikan yang demokratis masih merupakan cita-cita yang belum semuanya terwujud. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 bab III pasal 4 ayat 1 dijelaskan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. Namun dalam kenyataan masih terdapat fenomena pendidikan yang tidak demokratis, misalnya fenomena kurang memadainya kualitas proses dan produk pendidikan. Yang menjadi pertanyaan “apakah kajian dari topik politik dan pendidikan dapat menjawab fenomen-fenomena tersebut”
Bagi sebagian besar dari masyarakat Indonesia, memandang pendidikan dan politik adalah dua hal yang terpisah, dan antara keduanya tidak ada hubungan apapun. Hal yang menjadi pusat perhatian para politikus hanyalah masalah ekonomi dan politik, tanpa mempertimbangkan adanya kemungkinan, bahwa dalam jangka panjang, masalah ekonomi dan politik ada hubungannya dengan masalah pendidikan.
Terdapat fenomena historis yang cukup memperlihatkan antara pendidikan dan politik, yakni hubungan yang bersifat kausal tak langsung. Hubungan ini terlihat melalui kekontrasan yang sangat tajam antara generasi politik periode pra-kemerdekaan dengan periode pasca-kemerdekaan. Pada periode pra-kemerdekaan, hadir pemimpin-pemimpin politik yang penuh dedikasi dalam perjuangan membuat Indonesia menjadi merdeka. Sebaliknya, periode pasca-kemerdekaan, hadir pemimpin politik yang tidak mampu menyatakan idealismenya dalam bentuk perilaku politik yang pantas.
Tiga generalisasi yang dikemukakan adalah untuk menjelaskan kekontrasan yang tajam ini. Pertama, adanya perbedaan mutu pendidikan dasar yang diterima sebelum mereka memasuki kehidupan politik. Kedua, adanya perbedaan “populasi” penghuni dunia politik. Pada era pra-kemerdekaan, dunia politik dihuni oleh “the educated minority”. Sedangkan, pada pasca-kemerdekaan, dunia politik dikuasai oleh golongan yang hanya mampu menggalang dukungan dari masyarakat. Ketiga, adanya perbedaan dalam Zeitgeist (“semangat zaman”). Dalam periode pra-kemerdekaan, “semangat melawan dan memerdekakan” tumbuh dengan kuat, sedangkan dalam periode pasca-kemerdekaan, semangat ini diperlemah secara sistematis, yang ada hanayalah semangat “mengabdi pada penguasa” yang sarat akan manipulasi dan eksploitasi.
Dari ketiga generalisasi di atas, terlihat bahwa pendidikan bukan satu-satunya faktor yang menjadi sumber dari timbulnya perbedaan yang bersifat inter-generasional dalam budaya politik. Tetapi, ketiga generalisasi ini juga tidak menyanggah tesis mengenai pentingnya peranan pendidikan dalam pembinaan budaya politik. Pendidikan yang menghasilkan kemampuan yang memadai, pada waktunya akan melahirkan budaya politik yang humanistik-patriotik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar